Soal Bentrok Prajurit AL-Brimob, DPR: Sistem Pendidikan TNI-Polri Harus Diperbaiki

JAKARTA – Komisi RDC III meminta evaluasi terhadap sistem pendidikan dan pelaksanaan reformasi TNI-Polri. Hal ini merespons konfrontasi yang terjadi antara anggota Brimob dengan prajurit TNI Angkatan Laut (AL) di Sorong, Papua Barat pada Minggu, 14 April 2024.

Anggota Komite III DPR I Wayan Sudirta menyayangkan kejadian tersebut. Menurut Wayan, bentrokan TNI-Polri merupakan kejadian yang berulang di tengah pembicaraan sinergi TNI-Polri. Kapolri dan Panglima TNI selalu menjanjikan kemitraan TNI-Polri yang harmonis dan kooperatif. Namun, apa yang terjadi di lapangan mencerminkan gambaran berbeda dari upaya tersebut, ujarnya, Senin (15/04/2024).

Berdasarkan informasi yang diterima, konflik TNI-Polri ini terjadi hampir setiap tahun. Sebelumnya, kejadian serupa terjadi pada Maret lalu di Bumi Papua di Mapolres Jayawijaya. Begitu pula pada tahun 2023, konflik yang sama akan terjadi di Makassar dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam jangka waktu yang sama.

“Saya melihat konflik TNI dan Polri yang sering terjadi adalah contoh dari kompartementalisasi ego, dimana semangat dalam organisasi TNI dan Polri memiliki esprit de corps yang mengedepankan persatuan, kekompakan dan kecintaan terhadap institusi dengan siap berkorban. ,” dia berkata.

Intinya konflik ini tidak bisa dihindari dan tidak akan pernah hilang sampai sama-sama mengedepankan jiwa suku dalam arti sempit tersebut. Semangat tubuh seperti Tri Brata dan Catur Prasetya hendaknya dipahami sebagai semangat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Perhatikan, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab atau setidaknya memicu perbedaan dan konflik sektoral tersebut,” ujarnya.

Pertama, dari segi politik, yaitu pengaturan tugas dan wewenang yang bersifat transversal. Banyak peraturan yang sebenarnya bertujuan untuk menggabungkan kedua kekuatan utama tersebut untuk mengatasi permasalahan tertentu, seperti keamanan objek vital, pencegahan dan pemberantasan terorisme, serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban di kawasan.

“Ini berdampak pada penyediaan sumber daya yang jelas seperti kompetisi atau persaingan. Friksi kekuasaan dan operasional ini memang merupakan respon terhadap minimnya sumber daya di berbagai sektor atau wilayah, ujarnya.

Kedua, berkaitan dengan tindakan pemantauan dan penegakan hukum. Penerapan sistem pengawasan yang melekat pada penerapan prinsip reward and punishment atau meritokrasi yang diatur harus diterapkan secara konsisten sehingga dapat mencegah dan menimbulkan efek jera.

“Banyak pihak yang justru mempertanyakan efektivitas penerapan sistem pengawasan ini, karena nampaknya budaya kekerasan atau budaya arogansi ini selalu muncul dan bahkan digalakkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya. . .

Penegakan etika dan norma yang ada terkesan hanya sekedar kepura-puraan atau formalitas dan tidak mengarah pada isu-isu pokok yang seharusnya menjadi agenda utama tujuan pelaksanaan reformasi budaya dan struktural.

“Saya juga memperhatikan adanya penyederhanaan masalah pada beberapa kasus tabrakan. Dilihat dari akar masalahnya, mungkin saja ada konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman atau masalah sepele. “Namun hal ini sebenarnya tidak bisa diabaikan atau diawasi dengan mudah dan seenaknya,” jelasnya.

Penegakan hukum atau tindakan regulasi harus diterapkan secara konsisten dan konsisten. Banyak yang mempertanyakan transparansi dan keadilan dari banyak kasus yang terjadi. Sebab banyak akibat yang timbul dari konflik tersebut yang mengakibatkan timbulnya korban bagi masyarakat dan merugikan masyarakat atau paling tidak meresahkan masyarakat setempat.

“Masyarakat kerap mempertanyakan tindak lanjut pelanggaran hukum tersebut karena rentan terhadap persepsi impunitas dan manipulasi terselubung atau terselubung yang dilakukan kedua belah pihak. “Masyarakat menilai penanganan dan penghukuman terhadap anggota TNI-Polri yang melakukan kekerasan, apalagi berdampak pada korban sipil, harus diberi bobot,” kata Wayan.

Ketiga, berkaitan dengan kualitas dan integritas yang terdapat dalam sistem manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Wayan, banyak anggota TNI dan Polri yang sebenarnya dibekali kemampuan rekonsiliasi dan pemahaman untuk mendorong persatuan TNI dan Polri, namun mereka lebih memilih tindakan anarkis untuk membela anggotanya. Bahkan berani keluar dari logika atau koridor aturan yang berlaku.

Hal ini tentu menjadi contoh buruk bagi upaya reformasi dan modernisasi TNI dan Polri yang mengedepankan profesionalisme dan tanggung jawab. “Perlu diperhatikan bahwa sistem manajemen dan pembinaan yang ada di TNI dan Polri perlu ditingkatkan, terutama dalam hal pemahaman esprit de corps, tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, serta ketaatan terhadap moral dan etika dengan baik dan benar,” dia berkata.

Wayan memandang permasalahan sektor ego ini sebagai tugas besar negara yang harus dijawab dengan reformasi budaya dan struktural atau revolusi mental dengan mengutamakan peningkatan kualitas pendidikan dan membangun integritas sumber daya manusia.

Gesekan antarlembaga atau pihak-pihak dalam penyelenggaraan negara ini memang sulit untuk dihindari sepenuhnya dan menyeluruh, terutama yang berkaitan dengan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti TNI dan Polri, atau instansi terkait lainnya di daerah. “, dia berkata.

Namun hal ini berkaitan dengan bagaimana masing-masing pihak memilih untuk mengedepankan rasa tanggung jawab terhadap moralitas dan etika bangsa berdasarkan falsafah nilai-nilai dalam Pancasila dan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta rasa kekeluargaan atau kerjasama. timbal balik yang telah terjadi di Indonesia. kekayaan

“Kita tidak lagi terjajah seperti pada zaman penjajahan, namun kita tidak boleh terjajah oleh bangsa kita sendiri dan mulai menjauhi sikap-sikap lama seperti anarki, egois, eksklusivitas dan arogansi seperti yang ditunjukkan oleh penjajah,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *