Timboel Siregar Nilai Konsep Pemerintah tentang Dana Pensiun Dalam P2SK Rugikan Kaum Buruh

JAKARTA – Pemerintah baru-baru ini menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Keputusan ini merevisi beberapa pasal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Negara (SJSN).

Salah satu aturan yang direvisi adalah pemerintah menetapkan batasan gaji Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) yang saat ini dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, pegawai yang gajinya melebihi batas gaji wajib menambah Dana Pensiun Pemberi Kerja (EPF) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (EPF).

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai konsep tersebut tidak tepat dan akan memancing penolakan dari Serikat Pekerja (SP) dan Serikat Pekerja (SB). Penolakan tersebut muncul berdasarkan Pasal 58 PP Nomor 1. 35 Tahun 2021 yang menyamakan santunan pemberhentian dengan dana pensiun. Timboel menegaskan, jika iuran JHT dialihkan ke DPPC/DPLC, maka uang pekerja akan ditambah dengan santunan PHK.

“Ini akan merugikan pekerja,” tegasnya dalam seminar di Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) tentang UU P2SK.

Timboel juga mengatakan, banyak DPPC/DPLC yang mempunyai permasalahan yang berpotensi menyebabkan pegawainya kehilangan dana atau menimbulkan masalah. Menurutnya, DPPK atau DPLK merupakan asuransi komersial yang tidak memenuhi sembilan prinsip SJSN, sedangkan program JHT dan JP harus mengacu pada sembilan prinsip SJSN.

“Saya minta program Dana Pensiun dipisahkan dari program JP dan JHT. Jadi JHT dan JP tetap dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan dan tidak ada batasan gaji dalam skema JHT, tambahnya.

Terkait hal tersebut, Peneliti Lembaga Demografi UI sekaligus akademisi Dewa Wisana menegaskan, secara demografis, struktur penduduk Indonesia mulai mengalami perubahan. Pada tahun 1995 jumlah penduduk lanjut usia masih sedikit, namun pada tahun 2023 akan terus bertambah hingga tahun 2045.

“Penduduk usia kerja saat ini melebihi jumlah penduduk lanjut usia. “Populasi ini semakin menua dan mungkin meningkatkan tingkat ketergantungan di masa depan,” katanya.

Rata-rata persentase penduduk lanjut usia menurut provinsi pada tahun 2022 sebesar 10,48 persen. Beberapa provinsi dengan nilai di atas rata-rata adalah: Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Persentase tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta yaitu 16,69 persen.

Angka BPS tahun 2022 menunjukkan angka kemiskinan pada kelompok lanjut usia semakin meningkat sehingga akan menjadi permasalahan bagi pekerja di kemudian hari saat memasuki usia pensiun. Hal ini akan menciptakan generasi sandbox (kotak pasir) yang akan mengarah pada kemiskinan sistemik.

Hal ini terjadi karena selama bekerja, pekerja mempunyai rata-rata pendapatan di atas rata-rata tingkat konsumsi, namun ketika memasuki usia tua (pensiun), rata-rata tingkat pendapatannya lebih rendah dari rata-rata tingkat konsumsi.

Di sisi lain, Deva juga menemukan masih banyak kelompok produktif dan pekerja yang belum mengikuti program perlindungan keuangan bagi lansia, khususnya program JHT dan JP.

Pihaknya menilai penguatan program dana pensiun harus dibarengi dengan penguatan pengelolaan dana dan literasi keuangan peserta JHT. Oleh karena itu, kami berharap hal ini dapat membantu para lansia mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan yang lebih lama, lebih produktif, dan sejahtera.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *