TNI AL Merajut Asa untuk Indonesia Emas

Masing-masing dilengkapi dengan peralatan keamanan canggih untuk melengkapi kekuatan militer TNI Angkatan Laut. Perusahaan telah mengakuisisi dua kapal Pattugliatore Polivalente d’Altura (PPA) yang diproduksi oleh Fincantieri Italia dengan kemampuan teknis multi-tasking terbaru. Dilengkapi dengan sistem rudal permukaan-ke-permukaan (SAM) Aster 15/30 dan rudal vertikal DCNS Silver A43, kapal kelas OPV rancangan Fincantieri akan menjadi salah satu kapal terkuat di kawasan ASEAN.

Baca Juga: Membangun Kekuatan TNI Angkatan Laut

Sambil menunggu kedatangan fregat Revel kelas Taon PPA yang dijadwalkan pada Oktober 2024 dan April 2025, Indonesia sedang membangun dua fregat merah putih. Lunas pembangunan kapal pertama telah dilakukan peletakan batu pertama pada Agustus 2023 oleh PT PAL Surabaya. Pembangunan kapal perang yang berbasiskan British Arrowhead Babcock ini diperkirakan memakan waktu 5-8 tahun ke depan.

Tak heran, TNI Angkatan Laut juga didukung oleh dua kapal selam Scorpene yang dibangun oleh Naval Group Perancis. Keputusan akuisisi ini dibarengi dengan program transfer teknologi (ToT) dan dilakukan pekerjaan konstruksi di galangan kapal kebanggaan negara di Surabaya.

Bahkan, kabar terkini TNI tengah melirik empat kapal selam lagi sebelum Scorpene Evolved menjadi tulang punggung TNI AL (Sementara). Sekadar informasi, Scorpène Evolved baru akan diserahkan kepada TNI Angkatan Laut dalam waktu 96 bulan atau delapan tahun sejak tanggal efektif kontrak. Di sisi lain, Indonesia membutuhkan setidaknya 12 kapal selam untuk melindungi wilayah laut Indonesia yang luas.

Kehadiran kapal selam, khususnya varian Scorpene, diharapkan dapat memberikan efek jera dan game changer dalam persaingan kekuatan bawah air mengingat kecanggihan teknologinya. Berdasarkan spesifikasinya, kapal selam ini ditenagai baterai lithium-ion penuh yang memungkinkannya melakukan operasi selama 78-80 hari; dan sistem tempur generasi terbaru- subtix, dan dapat membawa 28 torpedo dan peluru kendali.

Meski memiliki berbagai alutsista angkatan laut yang kuat, perolehan PPA Taon di Revel, Frigate Merah Putih, dan kapal selam Scorpene Evolved hanya memenuhi sebagian dari kekuatan yang dibutuhkan TNI Angkatan Laut. Selain itu, TNI berharap bisa menghadirkan ragam alutsista yang lebih canggih.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Muhammad Ali mengirimkan langsung risalah silaturahmi dan halal penjelasan daftar prioritas tambahan alutsista TNI AL yang akan diupayakan periode 2025-2045. Oleh Bihalal. Jakarta (19/4) untuk sesekali KSAL bersama keluarga gabungan TNI Angkatan Laut.

Untuk memperkuat kemampuan TNI Angkatan Laut dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, selain alutsista yang diperoleh atau sedang dibangun, TNI AL juga sedang mempertimbangkan berbagai alutsista, mulai dari sistem pertahanan pantai hingga patroli maritim multi misi P-6. . Pesawat Terbang (MPA). Sasaran pengadaan yang muncul dalam usulan Muhammad Ali antara lain kendaraan udara tak berawak bersenjata (UCAV) high altitude long endurance (HALE) Bayraktar Akinci, dan UCAV medium altitude long endurance (MALE) Bayraktar TB-2.

Selain itu, ada helikopter tempur (LHD) Korps Marinir, kendaraan tempur (Ranpur) berupa HIMARS yang ditujukan untuk mendukung sistem pertahanan pantai, mobil pendarat amfibi ACV 8×8, dan Luang-III Type 052D. Bambu adalah penghapus kelompok buatan negara.

Baca Juga: TNI Angkatan Laut Bersiap Hadapi Taktik Teror?

Belum lagi TNI AL juga mengincar kendaraan udara tak berawak (UUV). Konsepnya, alutsista jenis ini dapat digunakan dalam berbagai peran seperti dukungan pasukan khusus dan intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR). Selain itu, UUV dapat dikombinasikan dengan Scorpene Evolved.

Tujuan TNI AL sekilas cukup ambisius. Namun, daftar belanjaan ini bukan sekadar fantasi ketika Anda membeli kapal BPA yang sudah jadi, kapal perang merah putih, dan kapal selam ala Scorpion. TNI Angkatan Laut bisa dikatakan tengah berupaya memenuhi kebutuhan alutsista untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Untuk tujuan apa?

Sebuah tantangan yang sulit

Memang permasalahan yang dihadapi Indonesia di industri pelayaran cukup serius. Betapa tidak, negara ini merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.504 pulau besar dan kecil, luasnya lebih dari 5 juta km2, dan mencakup 2/3 luasnya. daerah. Lebih dari 3,1 juta km2.

Dari zona ekonomi eksklusif sepanjang 200 km, Indonesia memperoleh tambahan kendali maritim seluas 2,7 juta km2, sehingga total perairan yang menjadi tanggung jawab Indonesia kurang lebih 5,8 juta km2. Belum lagi keseluruhan panjang garis pantainya yang mencapai 80.791 km.

Di antara Australia dan benua Asia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, Indonesia menempati posisi ekonomi dan politik yang sangat penting di dunia. Letak geografis tersebut menempatkan Indonesia sebagai penghubung antara benua dan lautan, lalu lintas komunikasi dan perdagangan maritim.

Perairan di perairan nasional Indonesia terbentuk secara alami dan merupakan Jalur Transportasi/Komunikasi Laut (SLOT/C) di Indonesia. Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makassar, ALKI-I, ALKI-II dan ALKI III merupakan slot/c penting yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik. Indonesia berbagi wilayah perairan dengan 10 negara: Australia, Timor Leste, Papua Nugini, Palau, Filipina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura, dan India.

Dari sudut pandang perekonomian global, air laut Indonesia mengandung sumber daya alam seperti minyak bumi, gas alam, mineral, dan perikanan. Misalnya saja perairan Natuna dan laut Andaman yang mempunyai potensi minyak dan gas dengan nilai ekonomi tertinggi.

Siapa yang tidak tergiur dengan kekayaan alam yang melimpah di negeri ini? Ini adalah pertanyaan yang harus diingat oleh semua lapisan masyarakat dan menjadi dasar untuk mengembangkan kebijakan keamanan, termasuk memperkuat keamanan di sektor maritim. Mengingat posisinya dalam pelayaran dan perdagangan global, Indonesia juga harus bertanggung jawab untuk memberikan keamanan di laut teritorialnya.

Ini adalah pekerjaan yang dilakukan TNI Angkatan Laut. Sebagai komponen vital keamanan nasional di laut, TNI AL mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melindungi dan mempertahankan kedaulatan Pemerintah di laut sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Baca Juga: Makna dan Sejarah Doktrin TNI AL Karya Jalasweva Jayamahe

Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengakui Indonesia sebagai poros maritim global yang menempatkan sektor maritim sebagai motor penggerak pembangunan nasional Indonesia, maka pengembangan kekuatan TNI Angkatan Laut tidak hanya ditujukan pada sektor pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. . . Ini menjamin keselamatan kapal dan bahaya kejahatan asing.

Sikap TNI Angkatan Laut menjadi semakin mendesak mengingat dinamika perkembangan lingkungan strategis yang semakin cepat dan tidak dapat diprediksi, termasuk meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan akibat kecenderungan klaim Tiongkok dan kawasan, serta Amerika Serikat, Inggris, dan Australia (AUKUS). penanganan aliansi terhadap Tiongkok.

Situasi yang ada telah menimbulkan konflik yang meluas di kawasan Indo-Pasifik, termasuk kehadiran kekuatan dunia dengan motif dan kepentingan berbeda, yang akan memperburuk situasi. Siapa yang bisa menjamin perang tidak akan terjadi dalam waktu dekat? Jika terjadi perang, siapa yang menjamin Indonesia aman?

Pulihkan informasi Anda

“Mari kita mencoba menjadi negara laut lagi. Ya, komunitas pelayaran dalam arti luas. Perahu itu tidak hanya memiliki papan, bukan. Melainkan komunitas pelaut dalam arti cakrawala laut. “Negara pelaut yang memiliki kapal dagang, negara pelaut yang memiliki kapal militer, negara maritim yang aktivitasnya di laut selaras dengan irama gelombang laut,” kata Presiden RI Ir Sukarno dalam pidatonya. 1951 pada peresmian Badan Air (IAL) di Surabaya.

Khatib yang biasa disapa Bung Karno ini mengatakan, bangsa ini tentu bermula dari pengetahuan sejarah bahwa bangsa ini mempunyai masa kejayaan karena memiliki kapal-kapal yang sakti. Oleh karena itu, jika ingin mengembalikan harga diri, tidak ada pilihan selain kembali ke jati diri bangsa laut atau bangsa laut yang kuat.

Jika menilik sejarah, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia mempunyai takdir sebagai kekuatan maritim dunia. Memang naik turunnya berbagai komunitas di pulau ini bergantung pada kekuatan lautan. Kondisi ini dapat dilihat mulai dari masa Sriwijaya, Majapahit, Demak hingga munculnya kolonialisme.

Seperti pada zaman Majapahit, pada masa kejayaan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) dengan Mahapati Gaja Mata, kerajaan tersebut menguasai wilayah yang lebih luas dari Indonesia saat ini. Kemenangan ini diraih berkat dukungan angkatan laut yang kuat untuk memenuhi janji Palapa. Saat itu, angkatan laut dengan Embu Nala sebagai pemimpinnya didukung oleh kapal perang berukuran besar dan meriam setbong, senjata tercanggih pada masanya.

Ketika Kesultanan Temak gagal mengusir Portugis dari Selat Malaka, kekuatan angkatan laut TNI Angkatan Laut berangsur-angsur menurun, dan pihak Eropa—dalam hal ini VOC disusul Belanda—berhasil menguasai wilayah tersebut. Saat itu disebut Hindia Belanda yang kemudian menjadi Indonesia.

Baca juga: Prabowo berjanji akan bekerja keras untuk memperkuat kapal angkatan laut Indonesia

Ungkapan Bung Karno mengenai visinya mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai kekuatan maritim bukanlah fiksi belaka. Pada masa kepemimpinannya, TNI Angkatan Laut menjadi lebih kuat di Belahan Bumi Selatan dibandingkan Australia dan India.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku “Kapal Selam Indonesia” karya Indroyono Soesilo dan Budiman, pada masa orde lama, TNI Angkatan Laut terdiri dari satu kapal Whisky Class buatan Uni Soviet, dua kapal selam kapal induk – KRI Ratulangi dan KRI Tamrin, serta dua buah torpedo. (KPT), dan sekoci.

TNI Angkatan Laut memiliki KRI Irian, kapal penjelajah ringan terbesar Indonesia yang dibeli dari Uni Soviet pada tahun 1962. Kapal tersebut ditugaskan untuk menangkap Irene Barat (sekarang Papua) dalam Operasi Komando Tri Rakyat (TRIGORA). Menyedihkan kapal induk Belanda HNLMS Karel Dorman R81.

Sayangnya, kekuatan TNI Angkatan Laut pada masa pemerintahan baru tergerus oleh banyak faktor, termasuk pengaruh perubahan strategi politik terhadap Barat. Hanya di tahun 80an. Pada saat itu, pemerintah telah memperoleh banyak kapal perang seiring dengan membaiknya perekonomian.

Saat ini, beberapa kapal bekas alat keselamatan Amerika (Kelas Martadinata), kapal perang Fatahilla Glass, kapal perang buatan Yugoslavia (Kelas KH Devandara), Kapal Patroli (KRI Kelas Mandou) dari Korea Selatan, Kapal Belanda (KRI Kelas Mandou) telah diterbangkan. (Kelas Ahmad Yani), Peperangan Kelas Aborigin (Kelas Kri Marta Christina Taihahu), dan izin Jerman untuk membuat 57 kapal cepat.

Untuk energi bawah laut, Indonesia membeli kapal selam U-29 dari Jerman. Saat itu, TNI Angkatan Laut merupakan satu-satunya angkatan laut ASEAN yang menggunakan kapal selam pada tahun 2000an hingga tahun 2000an.

Pemerintah berupaya membangun kembali kekuatan militernya, termasuk TNI Angkatan Laut, melalui program Minimum Essential Force (MEF). Pada tahun 2024, proyek ini akan mencapai akhir MEF tahap III yang dimulai pada tahun 2019-2024. Melalui proyek ini, pemerintah dan TNI meningkatkan peralatan militer Indonesia.

Baca juga: Prioritas Pembelian Peralatan Perlindungan Strategis TNI AL untuk Percepatan Pertumbuhan

Bahkan, proyek ini diharapkan dapat mempercepat proses modernisasi. Namun nyatanya keyakinan tersebut belum sepenuhnya terwujud. Pada MEF 3 misalnya, KSAL mengklaim baru terpenuhi 60%. Kemenangan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono 85% ini jauh di bawah target yang diharapkan. Seperti yang disampaikan Menteri Pertahanan Prabhovo Subiyanto, kendala apa lagi yang mungkin terjadi jika tidak ada pembatasan anggaran, termasuk hambatan dalam menangani infeksi Pemerintah -19.

Namun kepercayaan TNI AL pada MEF bagian terakhir, melalui Kementerian Pertahanan, ketika TNI mendapat alutsista canggih, alutsista terkini dikaitkan dengan harapan untuk kembali menjadi kebanggaan. Merah dan. White Fricted, OPV PPA Shipping dan Scorpion terbentuk. Selain itu, masih banyak kapal cepat rudal (KCR), kapal patroli, OPV 90 dan masih banyak lagi alat pelindung diri lainnya yang sedang dibangun di sektor angkatan laut dalam negeri.

Penggunaan alat pelindung diri yang berbeda tidaklah cukup karena persyaratan yang disebutkan dalam MEF 2024 tidak memuaskan. Di sisi lain, dinamika permasalahan semakin rumit. Militer yang kuat sangat dibutuhkan untuk mendukung visi emas Indonesia untuk mewujudkan negara maritim yang mandiri, maju, dan stabil.

Diperkirakan berbagai proyek penggunaan peralatan keamanan yang dicantumkan TNI Angkatan Laut untuk peralatan keselamatan tidak akan terhenti dalam strategi 2025-202P. Selain itu, KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali berencana membentuk kekuatan TNI AL pada tahun 2025-2044. Padahal, kepercayaan diri TNI Angkatan Laut bergantung pada kekuatan finansial pemerintah.

Namun mengingat kedalaman dan kuatnya tugas TNI dalam menjamin keselamatan di bidang maritim, perlu dilakukan proses pengembangan kepercayaan TNI AL dengan berbagai peralatan dan perlengkapan keselamatan canggih buatan luar negeri untuk melaksanakan kewenangan penting tersebut. Prioritas harus diberikan pada pekerjaan anak-anak komunitas.

Penguatan kapal perang angkatan laut hanya diperlukan untuk menjaga wilayah laut NKRI dan mengantisipasi konflik di kawasan. Selain itu, kekuatan kapal yang mampu memberikan efek penghalang juga berperan penting dalam mengembalikan jati diri Indonesia sebagai negara laut yang kuat dan mengukuhkan kebanggaan Indonesia, dalam hal ini adalah tujuan Indonesia Emas 2045.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *