Tradisi Kearifan Lokal Mampu Dorong Moderasi Beragama

JAKARTA – Ketupat, sajian yang identik dengan hari raya, rupanya memiliki makna filosofis terkait semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, sehingga tradisi kearifan lokal dapat mendorong moderasi beragama dengan mengedepankan toleransi.

Ketua Asosiasi Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Barat Aip Hijat membahas hubungan kearifan lokal budaya dan tradisi dengan persaudaraan umat manusia. Menurutnya, kata ‘ketupat’ mempunyai banyak makna mendalam.

“Ketupat” berasal dari kata “kupat” dan mempunyai arti ganda, yaitu ezko lepat (mengakui kesalahan) dan lalak papat (empat perbuatan). Dalam keterangannya, dikutip Selasa (23/4/2024), Ip mengatakan, Lebaran (pintu ampunan terbuka lebar) dan Labaran (penyucian diri).

Menurut laporan Iip, Ketopat digunakan Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Selain itu, Ketopath juga menjadi budaya sebagai salah satu cara menjalin tali persahabatan dan persaudaraan. Oleh karena itu, terdapat kaitan yang sangat erat antara Ketopata dengan anjuran silaturahmi dalam Islam.

Ip Hijat yang merupakan salah satu peneliti dan pemerhati isu toleransi antar kelompok juga menyoroti proses pembudayaan budaya Ketupat dengan ajaran Islam di Indonesia. Ia mengatakan, produk akulturasi budaya ini memberikan dampak positif bagi keharmonisan masyarakat Indonesia.

Ia menambahkan: “Apalagi di Indonesia, ketika suatu agama merayakan hari raya keagamaannya, seluruh elemen masyarakat merasa bahagia dan diberkati.

Terkait dengan keberagaman hari raya keagamaan di Indonesia, IIP menyampaikan bahwa setiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri dalam merayakan hari raya tersebut. Misalnya saja di Kuningan, Jawa Barat, ada upacara keagamaan tahunan yang didedikasikan untuk keyakinan agama yang dikenal dengan Kota Seren. Upacara Seren Taun merupakan wujud rasa syukur masyarakat setempat atas berbagai nikmat yang terus berlanjut sepanjang tahun, khususnya di bidang pertanian yang dihitung menurut penanggalan budaya Sunda.

“Dalam pelaksanaannya, Upacara Seren Taun menjadi program tahunan untuk menarik aspek budaya dan keagamaan bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Kuningan Jawa Barat,” kata Iip Hidayat.

Menurutnya, upacara ini menunjukkan bahwa tradisi lokal dapat mendukung modernisasi keagamaan dengan mengedepankan rasa toleransi dan ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Tujuan diadakannya upacara Kota Seren adalah untuk mengapresiasi segala nikmat dan kebahagiaan yang diterima, serta menghadirkan kenyamanan dalam hidup berdampingan dan damai.

Kita juga patut mencermati fenomena sosial yang ada melalui rutinnya diadakannya Upacara Seren Taun yang menunjukkan adanya penerimaan dan toleransi yang tinggi di wilayah Kuningan (Paseban) Jawa Barat, padahal seluruh masyarakatnya beragama. Keyakinan,” kata Ip.

Ia meyakini, meski di banyak wilayah Indonesia, belum tentu ada budaya atau kearifan lokal tertentu yang diamalkan saat Idul Fitri untuk mencegah intoleransi dan radikalisme. Namun budaya bersama seperti memberi bingkisan atau bingkisan di hari raya Idul Fitri dan mengajak masyarakat berkunjung atau biasa disebut open house di hari raya Idul Fitri merupakan salah satu kebiasaan yang dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan deradikalisasi di kalangan masyarakat. Masyarakat.

Iip Hidayat berharap perayaan Idul Fitri yang dipadukan dengan budaya lokal masing-masing daerah dapat meningkatkan semangat toleransi antar kelompok masyarakat.

“Perayaan Idul Fitri dimanapun berada dan apapun tradisinya, hendaknya menjaga kebersamaan dalam hal kebaikan dan refleksi diri. Tujuan setiap orang adalah menjadi pribadi yang lebih baik sesuai perintah agama dan senantiasa menjalin hubungan antar sesama. Dengan begitu, kata Ip, semangat toleransi tetap terjaga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *