Trust but Verify Jadi Prinsip UU Cipta Kerja Permudah Perizinan Berusaha

Jebakan TAK pada tahun 2036.

“Salah satu permasalahan negara berkembang adalah kurangnya investasi, baik penanaman modal dalam negeri maupun asing, sehingga perekonomian kita terhambat,” kata Edy. Pengendalian Dampak Perizinan Berusaha Pada Instansi Pemerintah” di Bandung, 21 Mei 2024.

Rapat koordinasi ini dipimpin oleh Edy Priyono dan dihadiri 50 orang perwakilan pemerintah masing-masing daerah di Jawa Barat. Edy juga menjelaskan, kendala utama peningkatan investasi di Indonesia adalah rumitnya regulasi dan administrasi, sehingga perlu adanya revisi peraturan dengan metode Omnibus guna menciptakan undang-undang penciptaan lapangan kerja.

“UU Cipta Kerja itu banyak kelompoknya, ini salah satu reformasi penting terkait kemudahan berusaha,” kata Edy.

Menurutnya, kemudahan berusaha merupakan ruh dari UU Cipta Kerja yang terkadang belum diketahui masyarakat umum. “UU Cipta Kerja mengubah bahwa izin usaha hanya memerlukan pendaftaran penuh, sehingga bila syarat pendaftaran sudah terpenuhi pasti diterbitkan,” kata Edy.

Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya menurut Edy adalah audit. Ia menegaskan, dalam UU Cipta Kerja, prinsipnya harus “trust but control”.

Kemudahan perizinan bukan berarti lemah pengendaliannya, karena beberapa kali Satgas UU Cipta Kerja menemukan pelaku usaha yang salah dalam berusaha, karena berisiko tinggi, padahal catatannya berisiko rendah, jelas Edy. .

Untuk itu, Edy mengatakan perlu adanya kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dengan Satgas Undang-undang Penciptaan Lapangan Kerja sebagai mediator kebijakan dan pengawasan di beberapa daerah. Hal ini untuk memantau tingkat permasalahan dan cara penyelesaiannya.

“Begitu kita mengetahui permasalahannya, tim UU Ketenagakerjaan akan menindaklanjuti pengaduan tersebut, jika ada peraturan yang perlu diperbarui atau nanti kita diskusikan dengan kementerian terkait,” kata Edy.

Diskusi dilanjutkan dengan Direktur Pengelolaan Investasi BKPM Sandria yang menjelaskan kepada pemerintah daerah mengenai tahapan audit. “Secara umum tahapan pemantauan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, hasil dan tindak lanjut. Sandria menjelaskan: “Pengendalian ini harus dilakukan secara hati-hati dan berkala, dengan mengikuti prinsip trust, but control”.

Selain itu, Sandria juga menjelaskan bahwa proses koordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Daerah (DMPPTSP) Provinsi dan Daerah (DMPPTSP) sangat kuat, untuk memberikan perubahan dalam penertiban izin usaha.

Terkait pemaparan ide dan saran dari Direktur DPMPSTP Jabar yang diwakili oleh Direktur Penanaman Modal Arinal yang mengatakan, sebanyak 1.582 proyek lanjutan dilakukan melalui pemeriksaan.

“Semua pemeriksaan di Jabar mengikuti proses di BKPM dan semua pasal terkait kewenangan pemeriksaan kini ada dalam sistem OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach),” kata Arinal.

Namun menurut Arinal, masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki seperti pemerataan pemahaman kebijakan pengendalian untuk memudahkan pelaku usaha. “Karena terkadang terjadi double control antara teknik ZPZH dan pelayanan umum sehingga membingungkan pelaku usaha,” kata Arinal.

Pada bagian akhir diskusi, Edy kembali menegaskan bahwa segala gagasan dan pendapat akan ditindaklanjuti agar dapat memberikan kebijakan yang bermanfaat dan fleksibel bagi semua pihak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *