UKT Mahal, Pengamat Pendidikan Sebut Ada Salah Kelola Pendidikan

JAKARTA – Isu kenaikan UKT menarik perhatian berbagai pihak. Meski akhirnya dihapuskan, ada indikasi biaya pendidikan akan meningkat pada tahun depan.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadeem Anwar Makarim pada Senin (27/5/2024) menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun ini di Istana Kepresidenan. Pembatalan tersebut menyusul pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Namun Presiden Jokowi usai pertemuan di acara GP Ansar mengatakan UKT 2024 memang akan dinilai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, kemungkinan besar akan ada peningkatan UCT pada tahun depan.

Baca juga: Berapa Gaji Rektor PTN di Tengah Kontroversi Kenaikan UCT?

“Jadi masih ada kemungkinan, mungkin tahun depan kebijakan Mendikbud akan mulai ditingkatkan. Jadi ada jeda tidak langsung seperti sekarang,” kata Presiden, Selasa (28/05). . /2024). ).

Terkait persoalan ini, Indira Charismayaji, Pemantau Pendidikan Pusat Regulasi dan Analisis Pembangunan Pendidikan (Cerdas), meyakini saat ini sistem pendidikan tinggi di Indonesia berjalan melalui mekanisme pasar.

Ia mengkaji betapa sistem pendidikan tinggi di Indonesia saat ini hanya mempunyai paradigma mencari keuntungan komersial.

Misalnya saja dari rumusan UCT mengenai besaran transformasi perguruan tinggi negeri menjadi lembaga hukum (PTN BH), ia mengamati ingin mengelola pendidikan melalui mekanisme pasar.

“Artinya sudah diatur sejak awal. Bukan lagi lembaga pendidikan yang harusnya bersifat nirlaba. Kampus kini didorong untuk mencari badan komersial untuk mencari uang,” kata Indira dalam keterangan resmi, Jumat (31/05/2024), saat berinteraksi dengan media.

Baca juga: Biaya Penelitian Kedokteran UNY Tahun 2024 Paling Mahal Rp 30 Juta

Indira meyakini, jika kampus didorong untuk menciptakan paradigma sebagai tempat mencari uang, maka dampaknya tanpa disadari kampus akan berusaha mencari pemasukan dari mahasiswanya, yaitu biaya pendidikan.

Saat ini meningkatnya biaya pendidikan menimbulkan tekanan finansial yang menyulitkan keluarga.

Dia mencontohkan, untuk biaya seperti Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di perguruan tinggi, besarannya mencapai lakh.

“Pendidikan kita dikelola sedemikian rupa sehingga menimbulkan kekacauan bagi saya, jauh dari api,” tegasnya.

Daripada mencari keuntungan, kata dia, sebaiknya perguruan tinggi, khususnya yang berstatus PTN BH, menjadi tempat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperluas penelitian untuk kemajuan negara.

Seperti Indira, Sudirman Syed, mantan penjabat rektor Universitas Paramadin, berpendapat bahwa kontroversi belanja pendidikan tinggi yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa posisi pemerintah terhadap pendidikan tinggi sebagai sumber pendapatan tidak tepat sasaran. Padahal, menurutnya, pendidikan harus dianggap sebagai sebuah investasi.

Menurutnya, pendidikan tidak boleh dikorbankan jika masyarakat sedang menghadapi kesulitan keuangan.

“Perguruan tinggi hendaknya tetap dipertahankan sebagai tempat pembelajaran bagi kehidupan berbangsa, bukan sebagai wahana komersialisasi,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *