JAKARTA – Generasi alfa merupakan sebutan bagi mereka yang lahir di masa pandemi Covid-19. Tentu saja hal ini menimbulkan tantangan yang lebih kompleks. Sebab anak tumbuh dalam kondisi dimana ia tidak bisa mengeksplorasi banyak hal.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melalui Program Pembelajaran Gejala. Satu dari enam anak usia tiga tahun menghadapi penyesuaian pada tahap perkembangan kritis, jadi bertindaklah sejak dini. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan anak dalam bermain, belajar, berbicara, bertindak dan bergerak.
Hal serupa juga diungkapkan psikolog klinis Rosdiana Setyaningrum. Ia mengatakan, selama masa pandemi Covid-19, terdapat beberapa kasus anak yang mengalami gangguan sensorik. Sebab, anak mempunyai ruang gerak dan eksplorasi yang terbatas saat berada di rumah.
“Saat tumbuh dewasa, anak-anak di era pandemi ini tidak bisa keluar rumah sehingga mengurangi interaksi dengan manusia dan lingkungan,” kata Rosdiana pada diskusi panel baru-baru ini di Sekolah dan Pusat Kesehatan MS di Tebet.
Tak hanya itu, faktor ruang menjadi salah satu tantangan yang dihadapi anak di masa pandemi. Pasalnya, kata Rosdiana, banyak penduduk kota yang tinggal di rumah minimalis mirip apartemen dan tidak memiliki fasilitas yang luas untuk belajar anaknya.
“Banyak orang tua tinggal di rumah minimalis, seperti apartemen dengan satu kamar tidur, sehingga sulit bagi anak untuk bereksplorasi sendiri,” katanya.
Dijelaskannya, dampak terbatasnya ruang gerak pada anak menyebabkan mereka kehilangan tahap merangkak. Padahal, tahap merangkak merupakan tahap stimulasi saraf sensorik yang vital dan penting.
“Umumnya saat anak merangkak, ia membentur tembok sebentar, dan saat berdiri, ia sudah menempel di tembok dan berjalan cepat. Padahal penting bagi orang tua untuk memberi ruang pada anak untuk bergerak dan merangkak sebanyak-banyaknya. Sebisa mungkin,” kata Rosdiana.
