Distribusi Apoteker di Indonesia Tak Merata, Lulusan STFI Didorong Mengabdi di Tanah Kelahiran

BANDUNG – Persebaran apoteker di Indonesia belum merata. Kebanyakan apoteker lebih memilih berkarir di kota besar Pulau Jawa dibandingkan mengabdi di daerah asalnya.

Hal itu disampaikan Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) Adang Farmansyah usai pelantikan dan pengambilan sumpah 82 apoteker angkatan VI di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/4/2025).

“Kalau bicara angka, antara kebutuhan dan derajat, kebutuhannya lebih banyak. Sebenarnya yang jadi masalah adalah distribusinya, di Pulau Jawa banyak backlog. (Jadi) tidak merata,” kata Ketua STFI itu.

Adang Farmansyah mengatakan sebagian besar apoteker lebih memilih berkarir di kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Oleh karena itu, setiap wisuda, STFI selalu mendorong para apoteker untuk kembali ke lokasi asalnya di wilayah tersebut.

Rata-rata mereka malas kembali ke tempat asal. Kita (STFI) lulusannya banyak dari Sumatera, Kalimantan, 10 persennya tinggal di Bandung, bekerja dan mencari pasangan di Bandung ,” kata Adang Farmansyah.

Padahal, kata Ketua STFI, daerah sangat membutuhkan apoteker. Perbedaan apoteker Indonesia antara Pulau Jawa dan daerah lain cukup besar, lebih dari 40-60 persen.

Di NTT dan Papua, satu provinsi hanya mempunyai sedikit apoteker. Sedangkan di Pulau Jawa, setiap puskesmas mempunyai apoteker.

“Masalahnya, selain biaya hidup, gaji, dan akses. Kalau gajinya besar, tapi kalau di Papua, kalau bukan warga lokal, belum tentu mau. Kita dorong lulusan dari Papua, pulang dari NTT, kembali ke NTT,” ujarnya.

“Alhamdulillah 80 persen (apoteker lulusan STFI) padahal 20 persen bekerja di Bandung atau Jakarta. Apoteker mudah diserap pasar kerja. Kita lihat dari waktu tunggu kami (STFI) lulusannya tidak lebih dari tiga Sebulan setelah selesai langsung kerja apoteker, masa tunggu lulusan satu bulan, sarjana tiga bulan,” kata Adang Farmansyah.

Presiden STFI mengumumkan pelantikan dan pengambilan sumpah profesi apoteker dilakukan hari ini oleh STFI. Sebanyak 82 apoteker baru terkonfirmasi. Gelombang berikutnya lebih besar, 120 apoteker. “Kegiatan ini rutin dilakukan dua kali dalam setahun,” kata Ketua STFI.

Dalam kegiatan tersebut, Adang, STFI mengundang tiga organisasi profesi yaitu Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Farmasi Indonesia (FIB), dan Persatuan Apoteker Sejahtera Indonesia (PASI). Ketiga lembaga tersebut diamanatkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Meski ada tiga, tapi kita harapkan bisa digabung menjadi satu. Dulu ada satu, sekarang dengan ketentuan baru ada hak konstitusional pemerintah agar profesi-profesi bisa membentuk badan profesi yang berbeda,” kata Adang.

Presiden STFI, STFI sengaja menghadirkan ketiga badan profesi ini, kita sosialisasikan, ini platformnya (apoteker). Kalaupun tidak bersatu kembali, diharapkan Ikatan Apoteker mempunyai visi dan misi yang sama demi kemaslahatan apoteker, bangsa dan dunia kesehatan kefarmasian.

Ditanya mengenai tantangan masa depan profesi farmasi, Adong mengatakan kecerdasan buatan (AI), kemajuan teknologi menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, informatika obat-obatan adalah bidang profesional dan terspesialisasi yang kini dapat digantikan oleh penerapan teknologi AI.

“Nah, wilayah kerja apotek (terancam) erosi. Farmasi itu salah satu sektor yang relatif stabil, meski kita lihat sejauh ini dari tren lima tahun terakhir. Banyak yang harus diambil, tapi kita akan memiliki kemampuan yang tidak bisa digantikan oleh AI dan sebagainya,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *