Gazprom Telan Kerugian Pertama dalam Seperempat Abad, Nilainya Capai Rp107,1 Triliun

Moskow – Pada Kamis (2/5) waktu setempat, raksasa energi Rusia Gazprom melaporkan kerugian tahunan pertamanya sejak 1999. Sanksi Barat telah menyebabkan ekspor gas perusahaan tersebut anjlok, memaksa Gazprom mencatat kerugian pertamanya dalam seperempat abad.

Grup Gazprom membukukan kerugian bersih sebesar 629 miliar rubel ($6,7 miliar, setara dengan $107,1 triliun pada Rp15.997) pada tahun 2023, kerugian tahunan pertamanya, menurut laporan pendapatan perusahaan milik negara Rusia tersebut. . dalam 25 tahun. Hasil tersebut berbeda jauh dengan tahun 2022 yang membukukan laba bersih sebesar $13,2 miliar.

Total pendapatan perusahaan akan turun dari $126 miliar menjadi $92 miliar pada tahun 2023. Menurut laporan tersebut, pendapatan Gazprom dari penjualan gas turun 40% dan berjumlah 47,4 miliar USD, RT melaporkan.

Pada saat yang sama, pendapatan dari bisnis minyak meningkat 4% menjadi 38 miliar dollar AS. Penjualan dalam bisnis utilitas listriknya naik hampir 9% menjadi $6,6 miliar. Selain itu, saham Gazprom turun lebih dari 4% pada sesi kemarin setelah laporan pendapatan.

Ekspor gas Rusia ke pasar tradisionalnya, Uni Eropa (UE), anjlok menyusul sanksi Barat menyusul konflik di Ukraina dan hancurnya pipa Nord Stream, yang dulunya merupakan jalur gas utama Rusia ke wilayah tersebut.

Menurut perhitungan Reuters, pada tahun 2023 pasokan gas alam Gazprom ke Eropa akan berkurang 55,6% menjadi 28,3 miliar meter kubik (bm/m). Badan Energi Internasional memperkirakan ekspor telah jatuh ke level terendah sejak awal tahun 1970an.

Namun, Gazprom telah mengalihkan perdagangan energinya ke Asia, dengan Tiongkok menjadi salah satu pembeli terbesarnya. Volume pasokan gas Rusia ke Tiongkok akan mencapai sekitar 100 miliar meter kubik per tahun ketika jaringan pipa Siberian Power beroperasi penuh. Jika hal ini terjadi, Tiongkok akan sepenuhnya menggantikan UE dalam membeli gas Rusia, Gazprom melaporkan.

Gazprom juga akan memperkuat kerja sama dengan negara-negara Asia Tengah sebagai bagian dari strateginya untuk menggantikan pasar UE, kata CEO perusahaan, Alexei Miller.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *