Hardiknas 2024, Ketua Komisi X DPR: Pendidikan Indonesia Masih Hadapi Tantangan Besar

JAKARTA – Sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk meningkatkan kualitas peserta didik. Para pengambil kebijakan (stakeholder) diyakini harus memperkuat kerja sama agar berhasil memperbaiki sistem pendidikan negara.

“Kami percaya ini adalah saat yang tepat untuk memperkuat kolaborasi antara penyelenggara pendidikan dan masyarakat untuk memastikan arah kebijakan pendidikan kita tidak bias. “Selain itu, kemitraan ini diperlukan untuk menetapkan prioritas kebijakan penyedia pendidikan agar selaras dengan permasalahan di lapangan,” kata ketua komisi.

Tuhan mengatakan, capaian sistem pendidikan Indonesia saat ini masih belum menggembirakan. Hal ini terlihat dari beberapa indikator, antara lain rendahnya kemampuan dasar siswa dalam bidang literasi, sains, dan matematika, belum terselesaikannya permasalahan kesejahteraan guru, dan akses terhadap peluang pendidikan tinggi di tanah air.

Ironisnya, tantangan besar ini tampaknya dihadapi oleh kebijakan-kebijakan yang mempersempit dan memperkecil keterlibatan warga di sektor pendidikan, ujarnya.

Mengutip data Human Capital Index (HCI) Bank Dunia, potensi kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai tertinggal jauh dibandingkan Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Indonesia hanya menempati peringkat 96 dari 173 negara. Sedangkan Singapura peringkat 1, Vietnam 38, Malaysia 62, dan Thailand 63: “Faktor penyebab turunnya peringkat HCI Indonesia adalah rendahnya nilai PISA Indonesia dan tingginya popularitas di kalangan anak-anak kita.”

Hasil tes PISA Indonesia terus menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bidang literasi, sains, dan matematika masih tertinggal dibandingkan negara lain. Pada tahun 2022, nilai PISA Indonesia adalah 359 pada bidang literasi, 383 pada bidang sains, dan 379 pada matematika.

Hasil ini tertinggal jauh dari nilai literasi siswa Singapura yang sebesar 543, sains 561, dan matematika 575.

Menurut Tuhan, kebijakan kebebasan belajar dinilai banyak kalangan tidak memberikan kebebasan bagi penyelenggara pendidikan untuk melaksanakan praktik belajar mengajar yang terbaik berdasarkan kebutuhan siswa.

Faktanya, kebijakan Merdeka Belajar masih menganut kegiatan teknis-administratif yang membebani guru dan tenaga kependidikan. Dikatakannya, “Penetapan kurikulum mandiri mulai tahun ajaran 2024/2025 juga menjadi kendala tersendiri, meski ada masa penyesuaian pada dua tahun ke depan.”

Politisi PKB itu berharap bisa memprioritaskan penyelesaian pengangkatan satu juta guru menjadi PNS melalui Perjanjian Kerja Pemerintah (PPPK). Langkah ini untuk memastikan kesejahteraan guru terpenuhi yang menjadi permasalahan dari waktu ke waktu.

“Dalam pandangan kami, kesejahteraan guru adalah kunci dari setiap inovasi untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. “Kalau guru senang, maka apapun kurikulumnya, apapun kemampuan siswa yang dikembangkan, apapun metode belajar mengajar yang dipilih, peluang keberhasilannya tinggi,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *