Kisah Mantyasih, Desa Istimewa Penguasa Kerajaan Mataram Kuno Dyah Balitung

RAJA Mataram Dyah Balitung, penguasa kerajaan Mataram kuno, menaruh perhatian besar terhadap peningkatan perekonomian ketika ia berkuasa. Saat itu, masyarakat aman dan nyaman di negaranya sendiri.

Hal ini didukung oleh berbagai kebijakan dan kebijakan politik pembangunan infrastruktur fisik yang digagas Dyah Balitung.

Peninggalan Dyah Balitung pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno tercatat dalam banyak catatan. Namun aksara Mantyasih menjadi aksara yang populer dan digemari.

Prasasti Mantyasih atau dikenal juga dengan Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu ditemukan di Desa Meteseh Kidul, Meteseh, Magelang, Jawa Tengah.

Saking besarnya perhatian Dyah Balitung terhadap desa Mantyasih, ia bahkan menulis aksara Mantyasih. Penduduk desa dikatakan telah memberikan pelayanan yang besar kepada kota dan raja.

“Desa Mantyasih dinamakan sima kapatihana karena masyarakatnya banyak berjasa kepada raja dan negara (sambandhanyan inanugrahan sangga yan makwiahbuatthaji iniwonya i sri maharaja)” menurut buku “13 Raja Paling Berpengaruh dalam Sejarah”. Kerajaan-Kerajaan di Tanah Jawa”.

Dyah Balitung mengatakan, masyarakat Desa Mantyasih banyak membantu dalam pernikahannya. Selain itu, konon ada bangunan suci di kawasan Mantyasih yang diharapkan dijaga oleh warga sekitar.

Bangunan suci atau candi Malangkucecwara, Puteswara, Kutusan, Silabhedeswara dan Tuleswara hendaknya dilestarikan, diperbaiki dan dijadikan tempat ibadah. Prasasti Mantyasih konon mengandung kata lain: sangke kapujan bhatara i malangkuseswara, ing puteswar, i kutusan, i silabhedeswara, i tuleswara, ing pratiwarsa.

Di bawah kepemimpinan para gubernur, masyarakat Mantyasih mampu menghilangkan rasa takut masyarakat Kuning Kagunturan akan diganggu oleh para penjahat dan menjaga jalan-jalan utama di kawasan tersebut agar tidak terganggu oleh kerusuhan atau dengan menulis muang sangga yan antarlika. katakutan ikanang wanua ing kunin. Sinarabharaanta Ikanang Patih Rumakea Ikanang Hawan.

Bagi Dyah Balitung, Desa Mantyasih istimewa karena melarang para pemungut pajak atau peziarah mangilala drabya memasuki kawasan Mantyasih karena diperuntukkan sebagai kawasan sima (svatantra).

Bahkan kutukan juga ditegaskan bagi siapa saja yang berani melanggar keputusan raja, misalnya akan mendapat musibah, jika masuk hutan akan diserang ular berbisa (yan uamaraya ning alas hana ula Umatukaya) give.

Prasasti Mantyasih juga mencantumkan raja-raja yang pernah memerintah Medang, yaitu Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak dan Sri Maharaja Rakai Garung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *