Kisah Pilu Sengkon dan Karta, Petani Korban Salah Tangkap Dituduh Merampok dan Membunuh

Sebagian masyarakat Indonesia mungkin masih ingat dengan kisah Sengko dan Karta. Keduanya menjadi korban penangkapan palsu karena perampokan dan pembunuhan.

Baru-baru ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Mengkumham) Yasona H Laoli turut mengomentari kasus pembunuhan mendadak Vina Devi Arcita dan Risky Rudiana alias Eki di Cirebon pada 2016.

Ia berharap kasus pidana bisa ditangani dengan lebih baik, tidak seperti yang menimpa Sengkun dan Karta puluhan tahun lalu. Lalu apa yang terjadi pada Sengko dan Karta hingga membuat cerita ini begitu berkesan?

Berikut ulasannya:

Kisah Pilu Sengko dan Karta

Sekon dan Karta merupakan petani biasa asal Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Namun suatu hari di tahun 1974, ia ditangkap karena diduga merampok dan membunuh istrinya Sulaiman-Siti Haya.

Merasa tidak bersalah, Sengko dan Karta menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Namun ia terpaksa menyerah karena diduga diancam dan dipukuli.

Kembali ke pengadilan, Hakim Jurneti Sotrisno memvonis Sengko 12 tahun penjara dan Karta 7 tahun. Keduanya dilemparkan ke dalam jeruji besi.

Setelah beberapa waktu, Tuhan akhirnya menunjukkan keadilan. Selama di Lapas Sipinang, Sekon dan Karta bertemu dengan narapidana lain bernama Jenul.

Pengakuan Jenulin akhirnya menyingkap tabir gelap. Ia mengaku membunuh Sulaiman-Siti sehingga tuduhan terhadap Senkon dan Karta tidak benar.

Setelah melalui banyak lika-liku, Jenul dan komplotannya akhirnya ditetapkan sebagai tersangka utama kasus pembunuhan Sulaiman-Siti. Dia divonis 12 tahun penjara.

Meski kebenaran sudah terkuak, bukan berarti Sengkun dan Kartha akan langsung dibebaskan. Sebab, pada saat itu lembaga hersoning (peninjauan kembali) dibekukan dan tidak dapat meninjau kembali putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap dalam perkara pidana.

Kabar baiknya, ketika Ketua MA Omar Seno Adji membuka kembali lembaga Hersining, ada harapan. Upaya pembebasan Sengko dan Karta pun mendapat bantuan dari pengacara bernama Albert Hasibuan.

Setelah itu Sengko dan Karta bernapas lega. Namun penderitaannya belum berakhir.

Setelah keluar dari penjara, Sengko harus dirawat di rumah sakit setelah menderita TBC parah. Sementara itu, Karta menghadapi kenyataan pahit karena keluarganya hancur.

Zengone meninggal pada tahun 1988 karena sakit. Sedangkan Kartha keluar lebih dulu pada tahun 1982.

Sejenak aku teringat kisah Sekon dan Karta yang memilukan. Besar harapannya agar penegak hukum bisa berbuat lebih baik untuk mencegah kasus serupa di kemudian hari.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *