Kunjungi Bali, Delegasi World Water Forum akan Diajak Jalani Prosesi Melukat

JAKARTA – Delegasi ke-10 World Water Forum akan mengunjungi salah satu desa wisata andalan di Bali, Desa Wisata Jatiruwi.

Forum Air Dunia merupakan forum air internasional terbesar di dunia dan akan berlangsung pada tanggal 18 hingga 25 Mei 2024.

World Water Forum ke-10 akan menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk menampilkan keanekaragaman budaya dan pariwisata kepada dunia, khususnya Bali.

Acara ini juga menunjukkan bagaimana Indonesia melindungi dan merawat sumber daya alam sebagai bagian integral dari budaya dan sumber kehidupan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiagar Salahuddin Uno mengatakan, pihaknya akan terus mendukung upaya Jatiluvi dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan.

“Kami mendukung upaya Jatiluvi dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan,” kata Sandiaga saat ditemui di Bali, Sabtu, 27 April 2024.

“Karena ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk beralih dari pariwisata kuantitas ke pariwisata berkualitas,” ujarnya.

Selain mengunjungi Jatiluwih, delegasi World Water Forum juga akan diajak untuk melakukan prosesi melukat, sebuah tradisi atau upacara yang biasa dilakukan oleh umat Hindu, khususnya di Bali.

Melukat bertujuan untuk menyucikan jiwa dari hal-hal buruk dengan menggunakan mata air sebagai medianya.

Kata Melukat sendiri berasal dari kata “Sulukat” dimana “Su” berarti “baik” dan “lukat” berarti “pemurnian”. Jadi, secara sederhana melukat bisa diartikan sebagai penyucian yang baik.

Pada dasarnya tujuan Melukat adalah untuk menyegarkan dan menyegarkan pikiran. Hal ini terkait dengan proses cedera yang terutama terjadi di area kepala.

Selama proses Melukat, mereka yang mengikuti upacara Melukat dipercik dengan air suci yang dipercaya dapat mendatangkan rasa ketenangan batin dan menyegarkan jiwa.

Diketahui, Jatiluwih ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2012.

Desa Jatiluwih terkenal dengan sistem subak yang hasil pertanian utamanya adalah padi. Menurut sumber setempat, beras merah yang diproduksi di wilayah Jatiluwih merupakan beras merah terbaik di Bali.

Subak sendiri merupakan organisasi adat yang membawahi sistem irigasi budidaya padi di Bali.

Uniknya, selain dijual, penduduk setempat juga mengolah beras merah menjadi teh yang memiliki manfaat bagi kesehatan antara lain membantu menurunkan berat badan, menjaga keseimbangan gula darah, menurunkan kolesterol, dan menjadi sumber antioksidan. Teh beras ini diproduksi dan dijual secara komersial di wilayah Bali.

Ke depan, pengelolaan sawah Jatiluwih akan beralih ke konsep pertanian organik, dengan menggunakan 100% pupuk alami seperti kotoran sapi dari warga sekitar.

Hal ini diharapkan semakin meningkatkan manfaat ekonomi yang diterima masyarakat setempat dan menjadi model penerapan pariwisata berkelanjutan karena lebih ramah lingkungan. Hal ini juga merupakan bentuk penyelenggaraan pariwisata komunitas, yang memungkinkan masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata.

Ketua DTW Desa Wisata Jatiluwih Ketut Purna Jhon mengatakan Jatiluwih merupakan destinasi wisata perorangan. Memang daya tarik utamanya terletak pada persawahan yang banyak dimiliki oleh petani lokal.

“Oleh karena itu, kami berupaya keras menarik para petani lokal untuk mendukung proyek besar ini, karena pengembangan pariwisata di Jatiluvi tidak bisa dilakukan sendirian. “Perlu peran serta beberapa pihak, khususnya petani lokal, untuk akhirnya mendorong pembangunan ekonomi lokal.” kata Poole.

Pihaknya terus mendorong masyarakat untuk ikut menjaga alam agar sumber dayanya tetap lestari dan bersih, termasuk dengan menjaga hutan setempat.

Desa Wisata Jatiluwih menawarkan beberapa aktivitas bagi pengunjungnya, antara lain hiking, mengagumi pemandangan sawah atau terasering melingkar, bersepeda, demo memasak, serta mengunjungi perkebunan kopi, alpukat, dan durian.

Menurut Purna, banyak penjor yang akan dihias di desa wisata Jatiluvi untuk menyambut delegasi World Water Forum. Selain itu, para delegasi akan disambut dengan tarian tradisional Bali “Tari Rejang” yang diiringi musik lesung.

“Jika memungkinkan, kami juga akan memperkenalkan Jaje Laklak kepada perwakilan World Water Forum. “Jaje Laklak mirip dengan kue Serabi tapi berbahan dasar beras merah,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *