Pakar: Kebijakan WFH bagi ASN Terkesan Tidak Adil dengan Sektor Swasta

JAKARTA – Kebijakan bekerja dari rumah (WFH) bagi aparatur sipil negara (ASN) pada 16-17 April 2024 dinilai tidak adil. Meskipun kebijakan ini mungkin dimaksudkan untuk memperkuat pengelolaan arus balik Idul Fitri, terdapat dampak yang tidak adil terhadap sektor swasta.

Penilaian ini disampaikan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat. Menurutnya, WFH bagi ASN dapat menimbulkan kesan bahwa ASN mendapat perlakuan istimewa dibandingkan swasta. “Hal ini dapat menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat, apalagi banyak pihak swasta yang harus kembali bekerja seperti biasa setelah libur panjang,” ujarnya, Rabu (17/4/2024).

Achmad mengatakan, sebagian besar pekerja di sektor swasta harus kembali bekerja setelah libur panjang pada 16 April 2024 tanpa mendapatkan kelonggaran bekerja dari rumah seperti yang diberikan kepada ASN. Hal ini menimbulkan kesan bahwa ASN mendapat perlakuan khusus yang lebih baik dibandingkan pekerja swasta. Dalam konteks ini, kebijakan WFH terhadap ASN dianggap sebagai indikasi salah urus Kementerian Nasional, ujarnya.

Selain itu, kebijakan yang tiba-tiba dan kurang pertimbangan yang matang dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian antara ASN itu sendiri dan masyarakat.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional Bagi Pegawai Negeri Sipil Tahun 20204, libur Idul Fitri 1445 Hijriah ditetapkan pada tanggal 8, 9, 12, dan 15 April 2024. ASN wajib kembali bekerja pada bulan April. 16 tahun 2024.

Namun pada tanggal 13 April 2024, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menerbitkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 1 Tahun 2024 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah. setelah Hari Libur Nasional dan Hari Raya Umum Idul Fitri 1445 H.

“Kebijakan WFH Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 16-17 April 2024 menunjukkan kurangnya perencanaan dan koordinasi yang baik oleh pihak-pihak terkait. Keputusan mendadak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RB hanya dikeluarkan sekedar Beberapa hari sebelum ASN diminta kembali bekerja menimbulkan ketidakpastian dan kebingungan antara ASN dan masyarakat, jelasnya.

Keputusan ini berbeda dengan keputusan presiden no. 7 Tahun 2024 yang menetapkan tanggal izin kolektif ASN. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan koordinasi antar instansi pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait kesejahteraan dan tata kelola ASN.

Selain itu, kata mantan Ketua BEM UI ini, menggabungkan upacara resmi dari kantor (WFO) dan upacara resmi dari rumah (WFH) hanya pada dua hari tertentu, yakni Selasa-Rabu, 16-17 April 2024, dirasa kurang efisien. dan efektif. Hal ini dapat menimbulkan tantangan dalam pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan fungsi formal yang mungkin tidak optimal.

Ketidakjelasan penerapan kebijakan WFH, menurutnya, juga dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas pelayanan publik yang diberikan ASN. ASN perlu memahami dengan jelas tugas dan tanggung jawabnya selama masa WFH, serta mendapat dukungan yang cukup dari manajemen agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif.

Oleh karena itu, perlu adanya penilaian yang komprehensif terhadap kebijakan WFH ini dengan melibatkan berbagai pihak terkait termasuk ASN untuk memastikan kebijakan yang diterapkan dapat mendukung kinerja ASN secara maksimal, meminimalkan ketidakpastian, dan menghindari konflik antar lembaga atau dengan masyarakat. mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap sektor swasta dan keseimbangan antara kepentingan ASN dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Achmad menambahkan, ada kekhawatiran kebijakan WFH bagi ASN dapat dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, artinya ASN sebenarnya tidak bisa bekerja selama WFH tetapi tetap menerima gaji. Ia menekankan perlunya regulasi yang tegas dan sistem pengawasan yang efektif untuk memastikan kebijakan WFH diterapkan dengan baik dan ASN tetap menjalankan tugasnya dengan baik.

“Secara umum, kebijakan WFH bagi ASN memerlukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan penerapannya tidak hanya memenuhi kebutuhan ASN, tetapi juga menjaga keseimbangan dan kesetaraan antara sektor publik dan swasta. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan, produktivitas, dan keberlanjutan. lingkungan kerja bagi semua pihak yang terlibat.”

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menerapkan kombinasi tugas ASN pada 16-17 April 2024. Khusus ASN yang melaksanakan tugas kedinasan dari rumah atau WFH maksimal 50 persen. Kebijakan ini diambil untuk memperbaiki pengelolaan arus balik pada Idulfitri 2024.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas mengatakan, perjanjian WFH dan WFO diterapkan secara ketat dengan tetap mengedepankan kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik.

“Bagi instansi yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik, WFO masih dilaksanakan secara maksimal yaitu 100 persen. Bagi instansi pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan administrasi pemerintahan dan penunjang kepemimpinan, WFH dapat dilaksanakan paling banyak/maksimal 50 persen dari jumlah pegawai yang secara teknis diatur oleh instansi pemerintah masing-masing,” kata Anas dalam keterangannya, Sabtu (13/1). 4)./2024 ).

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2024 yang ditujukan kepada dinas pengembangan personel di seluruh instansi pemerintah.

Anas mencontohkan, instansi yang berhubungan langsung dengan masyarakat tetap 100 persen WFO. Badan-badan tersebut antara lain kesehatan, keselamatan dan ketertiban, penanggulangan bencana, energi, logistik, pos, transportasi dan distribusi, objek penting nasional, proyek strategis nasional, konstruksi dan fasilitas dasar.

“Sehingga pelayanan yang disalurkan langsung kepada masyarakat akan tetap berjalan maksimal sesuai instruksi Presiden Jokowi yang ingin penyelenggaraan pelayanan publik selalu prima dalam segala keadaan,” ujarnya.

Sedangkan instansi terkait pelayanan pemerintah dan dukungan kepemimpinan yang dapat melaksanakan WFH maksimal 50 persen antara lain sekretariat, protokoler, perumusan kebijakan, penelitian, analisis, dan lain-lain.

“Instansi yang terkait dengan administrasi pemerintahan dan dukungan kepemimpinan dapat WFH maksimal/maksimal 50 persen. Artinya bisa 40 persen, 30 persen, dan seterusnya yang dikendalikan oleh Pejabat Pembinaan Kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi. Misalnya PPK pakai WFH 40 persen, maka pekerja lainnya harus WFO 60 persen,” ujarnya.

Anas menghimbau kepada seluruh instansi pemerintah untuk memantau dan mengawal penyelesaian dan pencapaian target kinerja organisasi. “Jangan sampai libur lebaran mengganggu target kinerja dan kualitas pelayanan,” ujarnya.

Ia juga meminta instansi pemerintah membuka media untuk konsultasi dan pengaduan, bahkan untuk pelayanan selama libur Idul Fitri. “Dengan demikian, terdapat kontrol yang baik oleh masyarakat terhadap pelayanan pemerintah. Masyarakat juga dapat menyampaikan pengaduan ke portal Lapor atau Layanan Pengaduan dan Pengaduan Masyarakat Online jika mendapati pelayanan publik kurang maksimal, termasuk pada musim libur Idul Fitri. , ”pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *