Sejarawan BRIN: Begini Salah Satu Cara Komunitas Tionghoa Bergulat Menjadi Indonesia Seutuhnya

JAKARTA – Keputusan sebagian etnis Tionghoa di Indonesia untuk masuk Islam menjadi salah satu contoh bagaimana etnis ini telah dan terus berjuang untuk menjadi bangsa Indonesia seutuhnya.

Perjuangan untuk menjadi orang Indonesia telah berlangsung sejak masa lalu, termasuk pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba) yang memberlakukan pembatasan identitas dan budaya Tionghoa.

Namun demikian, masih ada era di mana masyarakat etnis Tionghoa mempunyai kebebasan dalam mengekspresikan identitas dan budayanya seiring dengan menguatnya suasana demokrasi di tanah air.

Saiful Hakam, Peneliti Pusat Penelitian Daerah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menilai kebingungan dan kebingungan di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia tentang bagaimana mengubah konversi agama menjadi bangsa yang utuh di Indonesia. Sejak sekitar tahun 1950an, setelah berdirinya Negara Republik Indonesia.

“Bagi sebagian warga Tionghoa yang hidup antara masa awal kemerdekaan Indonesia hingga tahun 1970-an, menjadi Muslim dipandang sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana menjadi bangsa Indonesia seutuhnya,” kata Saiful dalam diskusi bertajuk “Orang Tionghoa Juga. ” dan Wah Islam di Indonesia: Dulu dan Sekarang”, yang diselenggarakan Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta pada Sabtu (20/4/2024).

Menurut sejarawan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini, ada perbedaan antara keadaan masa lalu, khususnya pada masa Orde Baru, dengan perebutan identitas etnis Tionghoa hingga menjadi Indonesia saat ini.

“Pada masa Orde Baru, budaya dan identitas Tionghoa dilarang. Oleh karena itu, orang Tionghoa yang masuk Islam harus meninggalkan dan meninggalkan ke-Tionghoa-nya. “Orang Tionghoa saat ini boleh saja beragama Islam, meski tetap menjaga budaya dan identitas Tionghoa,” kata dosen tetap program bahasa dan budaya Tionghoa Universitas Al Azhar (UAI) Indonesia ini. .

Audhiandra Nur Ratri Okwiosa, mantan mahasiswa Program Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH), menjelaskan, kisah masyarakat Tionghoa di Indonesia yang beragama Islam dengan tetap menjaga identitas etnis dan budayanya menjadi ciri tersendiri. Muslim Tionghoa saat ini dan diri mereka sendiri di masa lalu.

Menurut Nur Ratri, komunitas Muslim yang tetap mempertahankan ke-Tionghoa-nya terlihat di berbagai komunitas, salah satunya komunitas Muslim Tionghoa di Masjid Lautze Jakarta. Suasana Tionghoa di masjid tidak hanya berupa arsitektur gaya Tionghoa saja.

Menurut Ratri, bahkan tokoh Muslim etnis Tionghoa yang menjalankan dakwah di sekitar Masjid Lautze pun masih membiarkan aroma budaya Tionghoa ketika mempelajari Islam, terutama bagi mereka yang masuk Islam.

“Tujuannya agar mereka merasa nyaman mempelajari agama barunya,” jelas perempuan yang sedang menyelesaikan tesis masternya tentang budaya dan konflik antar etnis Tionghoa ini. Peran khatib Muslim Tiongkok di Masjid Lautze adalah contoh kecil keterlibatan Muslim Tiongkok dalam dakwah Islam, menurut Presiden FSI Anohanes Herlijanto. Menurutnya, potret lebih lengkap persoalan tersebut disampaikan oleh pakar China asal Malaysia, Hew Wai Weng.

Dalam buku Cara Tiongkok Menjadi Muslim: Negosiasi Keyakinan Etnis dan Agama di Indonesia, Hew menggambarkan peran Muslim Tionghoa dalam menyebarkan Islam kepada non-Muslim, sekaligus berusaha mempromosikan citra positif etnis Tionghoa terhadap sesamanya. . , Masyarakat Indonesia. Para Muslim Tionghoa ini antara lain membangun berbagai masjid yang memadukan ciri-ciri arsitektur Tionghoa, yang menurut Hew berperan penting dalam menciptakan ruang kosmopolitan di tingkat lokal. Di ruang itu, umat Muslim dan non-Muslim dari berbagai etnis saling berinteraksi.

Sepanjang sejarah Tiongkok, para pengkhotbah Tiongkok telah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang mewakili berbagai bentuk Islam. Melalui hal ini, para misionaris Tiongkok memainkan peran yang saling bergantung.

Di satu sisi, mereka mempromosikan Islam sebagai agama yang bersifat kosmopolitan dan transnasional. Namun di sisi lain, mereka mengusung gagasan bahwa bangsa Tiongkok bersifat inklusif.

Dalam penilaian Anesohane, keterlibatan Muslim Tionghoa dalam perjuangan Islam, sebagaimana dijelaskan Hew dan Audhiandra di atas, berperan penting dalam memahami etnis Tionghoa di Indonesia.

Kehadiran misionaris dan mualaf asal Tiongkok di Masjid Lautze dan wilayah lain di Indonesia merupakan contoh nyata kemampuan warga Tiongkok dalam beradaptasi dengan budaya Indonesia dan masyarakat berbagai etnis, ujarnya. Beliau juga merupakan dosen di Program Magister Komunikasi UPH.

Menurutnya, proses adaptasi di atas menjadikan komunitas Muslim Tiongkok sebagai kelompok etnis unik dengan ciri khas yang tidak lagi ditemukan di daratan Tiongkok. Dengan kata lain, Muslim Tionghoa yang digambarkan oleh penulis seperti Hew Wai Weng adalah bagian dari masyarakat Indonesia seperti halnya orang Tionghoa Indonesia lainnya.

Anesohanes berharap, kisah Muslim Tionghoa di Indonesia tidak menjadi alat untuk memperkuat soft power kekuatan asing (dalam hal ini Republik Rakyat Tiongkok), melainkan menjadi saksi nyata perjuangan rakyat Tiongkok. Berada di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *