Bandara Karawang Dinilai Tak Dibutuhkan, Pengamat Transportasi: Khawatir Jadi Kertajati Jilid 2

Karawang – Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) pun angkat bicara soal rencana pembangunan Bandara Karawang dengan biaya Rp 36 miliar. Menurut BHS, pemerintah harus mempertimbangkan evaluasi skema tersebut.

Ia mengatakan, menurut informasi, Bandara Karawang akan dibangun bersamaan dengan Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soeta) di Sengkerang.

Padahal, Bandara Sengkerang merupakan bandara yang memiliki tiga runway. Landasan pacu terakhir baru dibangun sekitar 4 tahun lalu, sehingga kapasitasnya meningkat dari 65 juta menjadi 110 juta, kata BHS, Selasa (23/4/2024).

Ia mengatakan Bandara Soeta Sengkerang akan memiliki arus penumpang sebanyak 50,6 juta per tahun pada tahun 2023.

“Dengan pertumbuhan penumpang sebesar 10 persen per tahun, berarti kita membutuhkan waktu sekitar 20 tahun untuk mencapai kapasitas 110 juta penumpang.” Kalaupun penuh, mengingat luas lahan di Sengkerang, Pangkalan Bandara Soehat seluas 2.137 hektar. dapat diperluas. Hektar,” jelasnya.

Dengan luas lahan tersebut, pemerintah dapat meningkatkan kapasitas bandara dengan membangun landasan pacu lagi atau membangun terminal baru, kata BHS.

“Kalau mau bangun taxiway lagi masih bisa. Bandara Heathrow Inggris dengan luas 1.200 hektare dengan tiga runway memiliki kapasitas penerbangan sekitar 81-83 take off/landing per jam. Sementara di Sengkerang Take off/landing yang terjadi hanya 45 kali, jadi masih cukup, “apalagi jika dikaitkan dengan target 114 take off/landing Bandara Soehat Sengkereng,” tegasnya.

Ia mengaku tak paham dengan niat pemerintah membangun Bandara Karawang yang letaknya tak jauh dari Bandara Soekarno Hatta Sengkerang.

“Yang dikhawatirkan akan menjadi Kartajati Seksi 2. Tidak akan dijual. Tidak dipakai sama sekali. Apalagi biaya pembangunannya mencapai Rp 36 miliar.” Sedangkan pembangunan Bandara Kartajati yang kedua merupakan bandara terbesar di Indonesia yang hanya menelan biaya Rp 2,8 triliun,” kata BHS.

Ia mengatakan, pemerintah akan lebih hemat biaya jika membangun bandara di Aceh dibandingkan membangun bandara di Karawang.

“Jika pemerintah membangun bandara di Aceh, maka terbuka potensi menampung separuh perjalanan dari Australia ke Asia Timur atau dari Asia Tenggara ke Eropa yang saat ini dikuasai Malaysia dan Singapura,” ujarnya.

BHS menegaskan, lokasi bandara di Aceh cocok dijadikan bandara transit karena jaraknya setengah perjalanan pesawat.

“Nanti laris manis di Aceh. Kenapa bangun di Jawa lagi? Misalnya Bandara Doho Kediri, tidak ada yang mau ke sana. Bandara Doho ukurannya tidak setengah dari Bandara Kertjati, tapi biayanya Rp 3 miliar. Didanai K11 miliar oleh pemerintah dan sisanya dibiayai swasta, “Cukup Rp 3 miliar untuk membangun satu ruas Kertajati, lalu sisanya untuk apa,” katanya kemudian.

Ia mengaku belum melihat efektivitas dan efisiensi pembangunan Bandara Karawang.

“Kalaupun lebih baik Bandara Sohet Sengkareng dan seluruh penumpangnya transfer ke sana, kenapa Bandara Sengkareng ditingkatkan kapasitasnya menjadi 110 juta,” tanya politikus Gerindra ini.

Diberitakan sebelumnya, rencana pembangunan Bandara Karawang tertuang dalam PP 13 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Perhubungan 69 Tahun 2013.

Dikutip dari kppip.go.id Pembangunan infrastruktur bandara ini diperkirakan menelan biaya Rp36 triliun yang mampu menampung 100 juta penumpang setiap tahunnya.

Namun hingga saat ini Kementerian Perhubungan masih berencana membangunnya dan menunggu proses review RTRWN untuk menyesuaikan Rencana Pengembangan Bandara Karawang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *