Benarkah Diet Keto Bisa Perangi Masalah Kesehatan Mental?

JAKARTA – Orang yang memiliki masalah kesehatan mental serius bisa menjalani diet ketogenik untuk mengurangi gejala penyakitnya. Apakah itu benar?

Para ilmuwan di Stanford Medicine Amerika Serikat menemukan bahwa diet keto mampu mengurangi gejala gangguan bipolar dan skizofrenia.

Menurut peneliti, pola makan seseorang bisa menjadi alat utama dalam melawan penyakit mentalnya.

“Ini sangat menjanjikan dan sangat menggembirakan bahwa Anda bisa mengendalikan penyakit Anda dengan cara lain, selain dari perawatan standar biasa,” kata Dr. Shebani Sethi dari Stanford Medicine, dikutip dari diabetes.co.uk.

Menurut Dr. Seth, diet keto mampu menurunkan angka halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia kronis.

“Diet ketogenik telah terbukti efektif untuk epilepsi yang resistan terhadap pengobatan dengan mengurangi rangsangan neuron di otak. Kami pikir penting untuk menyelidiki pengobatan ini dalam kondisi kejiwaan,” katanya.

Sebanyak 21 orang dewasa dengan skizofrenia atau gangguan bipolar diperiksa selama penelitian. Setiap peserta mengonsumsi obat antipsikotik dan memiliki gangguan metabolisme, seperti dislipidemia, penambahan berat badan, hipertrigliseridemia, resistensi insulin, atau intoleransi glukosa. Selain itu, setiap peserta mengikuti diet ketogenik selama masa penelitian.

“Fokus dari diet ini adalah pada makanan utuh dan tidak diolah, termasuk protein tanpa lemak dan sayuran, dan bukan pada pengurangan lemak,” katanya.

Hasilnya, 14 peserta mengikuti diet keto secara lengkap, enam orang mengikuti sebagian dan satu orang tidak mengikuti.

Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang mengikuti diet ketogenik selama empat bulan tidak mengalami sindrom metabolik dan sebagian besar peserta kehilangan 10% berat badannya.

“Kami melihat perubahan besar. Sekalipun Anda menggunakan antipsikotik, kita masih bisa membalikkan obesitas, sindrom metabolik, dan resistensi insulin. Saya pikir ini sangat menggembirakan bagi pasien,” kata Dr. Sethi.

Selain peningkatan fisik, sebagian besar peserta mengalami peningkatan sebesar 31% pada kondisi kesehatan mentalnya.

“Peserta melaporkan peningkatan energi, tidur, suasana hati, dan kualitas hidup. Mereka merasa lebih sehat dan lebih optimis,” kata Dr. Sethi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *