Kisah Serangan Sunda ke Wilayah Kerajaan Majapahit usai Perang Bubat

Konon Kerajaan Majapahit mendapat serangan balik dari masyarakat Sunda. Penyerangan ini sebagai balasan atas tewasnya raja dan pejabat keraton Sunda. Tewasnya para pejabat penting tersebut hampir menyebabkan runtuhnya Kerajaan Sunda sebelum kekuasaannya dilanjutkan oleh Patih Mangkubumi Hyang Bunisora.

Fathi-lah yang akhirnya mengisi kekosongan raja Sunda. Tak pelak, Patih Mangkubumi langsung mengeluarkan instruksi khusus kepada umatnya untuk tidak menikah dengan orang Jawa.

Raja mengeluarkan Surat Keputusan Esti yang melarang produksi, termasuk tidak memperbolehkan perkawinan di luar sanak saudaranya yang Sunda atau dengan kerajaan Sunda bagian timur, kerajaan Majapahit, seperti dikutip dalam “Perang Saka Bubat 1279: Fakta Terungkap”. ‘Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit’.

Kisah tersebut konon juga tertuang dalam Prasasti Horren yang ditemukan di wilayah Kediri bagian selatan, sekarang di Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Wilayah Horen merupakan salah satu wilayah penting Kerajaan Majapahit pada masa itu.

Ini adalah prasasti yang terukir di atas lempengan tembaga berukuran panjang 32,6 sentimeter dan lebar 10,6 sentimeter, yang dikeluarkan setelah Perang Bubat pada tahun 1357. Prasasti ini mencatat penyerangan Kerajaan Sunda yang menghancurkan wilayah Horen, wilayah penting Majapahit.

Prasasti ini ditulis oleh sejarawan Belanda W.F. Stutterheim juga mengira Kerajaan Sunda menyerang Majapahit setelah Perang Bubat. Namun tidak dijelaskan masyarakat Sunda saat itu diperintah oleh Prabu Bunisora-Suradipati atau Niskala Wastu Kancana.

Para sarjana Belanda menduga prasasti Horen mengacu pada penyerangan Sunda terhadap Majapahit dengan mengutip kutipan kalimat yang ditulis dengan gaya vernakular pada masa Majapahit. Ring kaharadara, nguniweh an Dadyan tumangga – Tangga nikanang catru dalam bahasa Sunda, atau kerusakan. Datang – tiba, tiba-tiba lagi datang musuh (dari) Sunda.

Stutterheim meyakini penyerangan Sunda dilakukan dengan kepiawaian diam-diam dan ditujukan langsung ke jantung raja Majapahit. Mengingat tentara Sunda tiba-tiba mendarat di bagian utara Kadiri, tidak jauh dari Horren, yaitu kota Raja Majapahit. Daerah itu sekarang disebut Trowulan.

Pendapat ini sebenarnya bisa diambil secara logika. Serangan Sunda dapat memporak-porandakan wilayah Horen, karena Hayam Wuruk memensiunkan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada secara halus. Oleh karena itu, pasukan Bhayangkara di bawah kekuasaan Gajah Mada mulai melemah. Sehingga Majapahit dengan tentara dan angkatan lautnya kesulitan ketika menghadapi serangan dari Kerajaan Sunda.

Namun serangan balasan Sunda terhadap Majapahit masih menjadi misteri. Para sejarawan tidak sependapat dengan Stutterheim dan meyakini bahwa Sunda tidak menyerang Majapahit. Hal ini diragukan mengingat Perang Bubat tercatat dalam Kidung Sundayana, Kidung Sunda, Serat Pararaton, Carita Parahyangan, Babad Dalem dan Hikayat Sang Bima.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *