Mendorong Jalan Alternatif Mahkamah Rakyat

JAKARTA – TT Angreni, Anggota Dewan Pembina Persatuan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga yang seharusnya bisa menyelesaikan persoalan hukum terkait hasil pemilu. Namun, kata dia, Mahkamah Konstitusi justru menjadi persoalan praktis karena proses pemilu tidak jujur ​​dan adil.

“Karena Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga formal, praktiknya sendiri merupakan bagian dari permasalahan sehingga masyarakat mempermasalahkan proses pemilu 2024. Berbeda jika hasil pemilu tidak dikaitkan dengan isu kontroversi”. Itu dari Mahkamah Konstitusi,” kata Titi dalam diskusi online, Senin (15/4/2024).

Oleh karena itu, TT meminta adanya peradilan kerakyatan dari masyarakat sipil. Pengadilan ini didirikan oleh masyarakat sipil terutama untuk mendapatkan keadilan dalam pemilu. “Ini bukan hal baru di Asia Tenggara, misalnya Pengadilan Rakyat yang dibentuk oleh teman-teman Bersih di Malaysia,” lanjutnya.

Pengadilan rakyat, jelas TT, merupakan pengadilan rakyat yang memproses kecurangan pemilu yang tidak dapat diselesaikan oleh lembaga atau lembaga formal. Pengadilan Rakyat yang dibentuk oleh Bersih di Malaysia telah melakukan praktik untuk menyelidiki kecurangan dalam pemilu ke-13 pada tahun 2013.

“Nah, karena kurang percayanya lembaga-lembaga formal yang menangani masalah hukum pemilu saat itu, untuk menjamin pemilu yang bersih dan autentik, Barsih memulai kepengurusan Mahkamah Rakyat saat itu pada tahun 2013. dugaan kecurangan pemilu yang menimpa kami,” imbuhnya.

Hal serupa juga bisa diterapkan untuk menyikapi tudingan pemilu 2024 di Indonesia yang diwarnai kecurangan dan ketidakadilan. Hal ini terutama berkaitan dengan persyaratan batas usia calon presiden dan wakil presiden yang diubah melalui Putusan MK Nomor: 90/PUU-XII/2023. Kondisi tersebut belakangan memungkinkan putra Presiden Jokowi, Jibran Rakabuming Raka, bisa bertarung di Pilkada 2024.

“Kalau pemilu 2024, calonnya sudah terdaftar setelah diumumkan, tiba-tiba pengadilan mengubah kriteria menjadi calon, sangat tidak sesuai dengan konsep kepastian hukum atau kerangka hukum pemilu demokratis. pelaksanaan tahap pemilu,” ujarnya.

“Dalam konteks Indonesia, saya rasa ketidakpastian masih ada pada diri kita. Karena Mahkamah Konstitusi yang merupakan bagian penyelesaian permasalahan hukum pemilu terkait perselisihan hasil pemilu merupakan bagian dari permasalahan hukum yang harus kita selesaikan. hadapi pada tahun 2024 melalui Keputusan 90.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *