Peringati Hari Kartini, Sivitas Akademika UGM Keluarkan Pernyataan Sikap Atas Rusaknya Demokrasi

YOGYAKARTA – Beberapa akademisi perempuan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menggelar acara memperingati Hari Kartini dan mengeluarkan pernyataan mengenai rusaknya demokrasi dan politik nasional saat ini.

Pembacaan posisi tersebut berlangsung pada Minggu (21 April 2024) di Aula UGM.

Sejumlah dosen akademisi memberikan sambutan dalam acara tersebut, antara lain Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Profesor Wiendu Nuryanti, Dosen Fakultas Hukum UGM, Sri Wiyanti Eddyono, Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen UGM. , Bapak Uli Handayani, dua orang dosen FISIP UGM, Bapak Susi Lestari Yuana dan Bapak Nur Aziza, perwakilan alumni UGM Bapak Okki Madasari, dan satu orang perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum Antonela UGM.

Dalam sambutannya, Profesor Wiendu Nryanti menyampaikan bahwa civitas akademika tidak boleh berhenti menggerakkan generasi untuk berbicara tentang pentingnya menjaga moral dan etika.

Oleh karena itu, di akhir pidato saya, saya ingin mengajak seluruh masyarakat Indonesia yang semuanya masih memiliki hati nurani yang jernih dan bersih, untuk bersama-sama menyalakan lilin kecil di sudut hati nuraninya, katanya kepada saya.

“Penting bagi kita, termasuk di Mahkamah Konstitusi, untuk menyalakan obor hati nurani kita dan mendengarkan bisikan hati nurani yang paling murni, jernih, dan jernih,” jelasnya.

Wiendu berharap hal ini dapat diterapkan secara serentak di seluruh masyarakat di seluruh Indonesia.

“Kalau ini terjadi secara serentak di seluruh nusantara, saya yakin setelah gelap pasti ada terang,” tutupnya.

Sementara itu, Susi Lestari Yuana mengatakan, Indonesia saat ini tengah menarik perhatian sebagai salah satu negara yang kebebasan berekspresi perempuan paling menurun. Dikatakannya, hal tersebut merupakan pengekangan langsung terhadap hak-hak yang diperjuangkan Pak Kartini di masa lalu.

Ia mengatakan, banyaknya pelanggaran etika dan peraturan yang melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi tidak hanya melemahkan legitimasi hasil pemilu itu sendiri, tetapi juga merupakan tanda nyata kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Skandal kecurangan pemilu merupakan pengingat kuat bahwa demokrasi tidak bisa dianggap remeh, namun harus terus kita perjuangkan dan lestarikan. Tanpa itu, demokrasi kita akan hilang, ‘tidak ada artinya, dan kepercayaan masyarakat akan runtuh’, jelasnya. .

Oleh karena itu, ia mengatakan prosedur perselisihan Pilpres 2024 yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK) berperan penting dalam penyelamatan demokrasi. Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi akan memutus sengketa PHU atau Pilpres 2024 besok, Senin (22 April 2024).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *