Pernikahan Antar Penguasa Daerah di Era Kerajaan Mataram Kuno Jadi Sarana Konsolidasi

Pernikahan antar penguasa daerah konon sering terjadi pada masa Kerajaan Mataram kuno. Pernikahan antar penguasa biasanya dilakukan di luar ibu kota kerajaan untuk menghubungkan sub-daerah di Mataram.

Selain itu, pernikahan tersebut juga untuk menjamin kesetiaan penguasa daerah. Bahkan salah satu Raja Mataram, Rakai Pikatan, juga merupakan hasil perkawinan antar penguasa daerah, hingga akhirnya menjadi mertuanya.

Dalam Alur Munggu Antan juga diberikan contoh beberapa perkawinan antar penguasa daerah di Matadna lama. Di sana disebutkan, Sang Hadyan Palutungan, adik dari Sang Pamgat Munggu, yang menjadi salah satu istri atau selir Sang Dewata ing Pasțika atau Rakai Pikatan.

Contoh lainnya adalah Pu Kbi, permaisuri atau nenek Pu Sindok yang konon adalah putri Rakryān Bawang, juga Pu Padmanābhi, salah satu istri atau selir Raja Rakai Kayuwangi, kemungkinan besar adalah anak seorang pejabat agama atau penguasa daerah. , itulah Tikus Pamgat Tgang yang dikenal dengan nama Dang Acăryya Widyasiwa.

Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Purba, hubungan perkawinan antara seorang pejabat tinggi kerajaan dengan anak seorang pangeran, misalnya terdapat pada prasasti Taji tahun 823 Šaka (8-IV-901 M) yang disebutkan oleh Rakai Śri. Bharu. Dyah Dheta, putra Rakarayan di Wungkaltihang, atau Rakai Halu Pu Sanggrama-dhurandhara, yang merupakan istri dari Pamgat Děmung pu Cintya.

Hubungan antardaerah berarti adanya sarana komunikasi antara satu daerah dengan daerah lain, meskipun dapat dalam bentuk yang sederhana. Berdasarkan perkiraan kepadatan penduduk Pulau Jawa pada zaman Perjanjian Lama, dan penjabaran sumber-sumber Belanda pada abad ketujuh belas, maka masuk akal jika karakter wilayah yang satu dipisahkan dari wilayah karakter yang lain oleh suatu wilayah yang masih lebat. hutan.

Namun ada jalan yang menghubungkan kedua alam karakter tersebut, apapun kondisinya. Gambaran tersebut diperkuat dengan data pada beberapa prasasti masa Rakai Watukura Dyah Balitung setelah Pu Siņdok yang menyebutkan pejabat daerah karakter A berasal atau tinggal di desa yang termasuk dalam wilayah karakter B.

Informasi tersebut juga dapat diartikan sebagai tanda bahwa wilayah-wilayah yang bersifat karakter tersebut saling berbatasan. Jika benar demikian gambaran Pulau Jawa dengan beberapa wilayah luas yang padat penduduknya, yang terbagi dalam wilayah-wilayah yang berbeda karakternya, yang dipisahkan oleh sekat-sekat alam dengan wilayah luas lainnya yang juga padat penduduknya.

Daerah padat penduduk kemungkinan terdapat pada lembah-lembah yang merupakan daerah aliran sungai seperti DAS Bengawan Solo, DAS Opak, DAS Progo, DAS Elo, DAS Bogowonto, Serayu, Serang, Tuntang, Lusi, Brantas. Dari hasil survei di wilayah sekitar Kedu-Temanggung ditemukan kelompok pemukiman di daerah aliran sungai, dengan menggunakan artefak yoni sebagai indikasi pemukiman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *